Jumat, 27 April 2012

KENALI 4 CIRI KHAS IDEOLOGI “TERORIS-KHAWARIJ” : Gampang Mengafirkan Orang, Menentang Pemerintah Kita, Mengadakan Baiat Kelompok, Memiliki Organisasi/pimpinan rahasia

Jika sebatas menebar rasa takut, setiap orang yang melakukan itu bisa dikata sebagai teroris. Namun, masalah bakal jadi rumit ketika menebar ketakutan itu atas nama agama. Mengatasnamakan Islam danjihad fi sabilillah untuk mengharap mati syahid, orang-orang atau pihak-pihak yang melakukan aksi-aksi terorisme di Indonesia 12 tahun belakangan ini tidak bisa sekedar disebut teroris.


Mereka lebih patut diistilahkan dengan Khawarij. Khawarij, kata Asy-Syahrastani dalam Al-Milal wa An-Nihal, adalah setiap orang yang menentang dan memberontak—apa pun caranya—kepada penguasa atau pemerintah yang kaum muslimin sepakat atas kepemimpinan dan kekuasaannya—baik itu pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib ataupun pada masa pemerintahan-pemerintahan setelahnya sampai hari Kiamat nanti.
Akan tetapi, pengertian Khawarij tidak hanya sampai di situ. Sebutan Khawarij, biasanya, identik dengan orang-orang yang gampang mengafirkan-ngafirkan para pelaku dosa-dosa besar selain syirik. Bahkan, para pemimpin sah dan juga ulama kaum muslimin turut dikafirkan hanya karena melakukan sesuatu yang itu dinilai sebagai dosa besar oleh orang-orang Khawarij.

Di Indonesia kita, orang-orang Khawarij dapat hidup dan bebas menyebarkan pemikiran mereka. Dakwah mereka disebarkan ke masyarakat lewat rupa buku agama, novel Islami, buletin Jum’at, tabloid dan majalah bulanan, artikel-artikel di suratkabar, rekaman ceramah, film dokumenter, pamflet dan poster solidaritas perjuangan. Sayangnya, kita sering tidak jeli.
Menyikapi aksi bom bunuh diri dan penculikan sekaligus pencucian otak sejumlah orang belakangan ini, tulisan ini berusaha mengidentifikasi kelompok-kelompok Khawarij—apapun namanya—yang ada di sekitar kita. Ada beberapa ciri yang dapat kita ketahui, setidaknya, untuk dapat mengenali mereka. Dengan melihat ciri-ciri tersebut, kita dapat berhati-hati sekaligus juga ikut membantu pemerintah dan aparat dalam menanggulangi terorisme di Indonesia.

Mereka Gampang Mengafirkan Orang

Pertama, orang-orang Khawarij di tengah masyarakat kita adalah orang-orang yang gampang mengafir-ngafirkan siapa saja dari pelaku dosa selain syirik. Meski ciri ini adalah ciri umum orang-orang Khawarij di mana pun, tetapi di kalangan kelompok-kelompok Islam yang ada di tengah masyarakat kita tindakan mengafir-ngafirkan seperti ini hanya dimiliki oleh segelintir kelompok.
Dari segelintir kelompok itu, orang-orang Khawarij paling ekstrim tidak akan shalat berjamaah di belakang imam-imam masjid kaum muslimin yang telah mereka kafirkan karena berbuat maksiat. Karena itu, shalat berjamaah di belakangnya menjadi tidak sah, sehingga harus diulang.
Ketimbang mengamati satu demi satu imam-imam masjid untuk shalat berjamaah, orang-orang Khawarij lebih memilih shalat berjamaah di rumah dengan sesama mereka atau shalat sendiri di masjid kaum muslimin. Kalau pun mereka harus shalat berjamaah bersama kaum muslimin yang lain, itu dilakukan agar masyarakat tidak curiga dan—biasanya—shalat itu akan diulang lagi tanpa sepengetahuan orang lain.
Dalam mengafirkan, orang-orang Khawarij tidak peduli siapa yang dituju. Selama orang itu melakukan maksiat atau dosa-dosa besar selain syirik akan mereka kafirkan juga. Kita akan dapati mereka mengafirkan orangtua sendiri, saudara-saudara kandung, kerabat-kerabat dekat, tetangga, para pegawai kantor pemerintahan, tokoh-tokoh pemerintah setempat, anggota-anggota kepolisian dan tentara, juga presiden serta menteri-menteri di kabinetnya hanya karena alasan itu.
Masuk juga ke dalam ciri pertama ini adalah orang-orang yang menganggap bahwa masyarakat Islam dan dunia sekarang ini kembali ke masa jahiliyah seperti sebelum Muhammad diutus menjadi rasul dulu. Siapa saja yang menganggap masyarakat sekarang adalah masyarakat jahiliyah, maka ia termasuk ke dalam kelompok Khawarij. Di tengah masyarakat kita, siapa pun yang jeli pasti akan dapat mudah menemukan buku-buku, artikel-artikel, tulisan-tulisan, rekaman-rekaman ceramah dan film-film dokumenter yang mewacanakan kejahiliyahan masyarakat sekarang.
Tidak patut untuk dilupakan, karena masuk ke dalam ciri ini, adalah anggapan bahwa di dunia sekarang ini tidak terdapat sama sekali negara-negara muslim atau negara-negara Islam. Mereka yang memiliki anggapan seperti ini akan memvonis dunia sekarang sebagai darul kuffar (wilayah orang-orang kafir, zona kafir) atau darul harbi (kawasan perang).
Terkhusus Indonesia, mereka akan mengatakan, Indonesia adalah negara kafir karena tidak berhukum dengan hukum Allah atau karena menggunakan sistem hukum sekuler dan menjalankan prinsip-prinsip demokrasi. Itu menjadi anggapan mereka, meski mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim dengan presiden dan wakil presiden negara yang juga muslim dan mengerjakan shalat.
Meski demikian, tidak usah heran pula, jika ternyata ada kelompok-kelompok Khawarij yang menganggap dunia tidak semuanya darul harbi. Alasan mereka, daerah-daerah yang ditempati kelompok-kelompok mereka—meski hanya sekecil Kramat Tunggak di Jakarta Utara, Saritem di Bandung, Sunan Kuning di Semarang atau kawasan Dolly di Surabaya—tetap bisa disebut sebagai darul iman (zona keimanan). Kepada anggota-anggota baru, biasanya, mereka diminta hijrah ke sana.
Siapa saja dari rakyat Indonesia yang beranggapan seperti itu atau ditemukan memiliki anggapan seperti itu, dapat dikatakan sebagai Khawarij sekarang ini atau telah terpengaruh pemahaman Khawarij. Bagaimana pun, anggapan seperti yang dimaksud dapat hinggap pada banyak orang, baik mereka itu aktivis-aktivis partai Islam atau mereka hanya sekedar rakyat biasa yang taat bayar pajak.

Mereka Menentang Pemerintah Kita

Kedua, selain gampang mengafir-ngafirkan, Khawarij di tengah masyarakat kita adalah orang-orang yang amat gampang menuduh pemerintah kita dan aparatnya sebagai orang-orang lalim, kafir, dan antek-antek Salibis-Yahudi. Mereka menjelek-jelekkan pemerintah kita dalam majelis-majelis pengajian mereka, pembicaraan-pembicaraan internal antar mereka, atau sekedar obrolan-obrolan ringan di waktu-waktu senggang mereka.
Mereka juga menyerukan sikap penentangan terhadap pemerintah beserta kebijakan-kebijakannya di tengah masyarakat kita. Orang-orang Khawarij mendakwahkan bahwa kesempurnaan Islam dapat tercapai dengan menggantikan sistem pemerintahan kita dengan sistem pemerintahan Islam (baca: penegakan syariat Islam lewat jalur kekuasaan). Khusus masalah ini, mereka termasuk orang yang gelap-mata dalam berpendapat. Mereka menutup faktor-faktor lain di luar faktor ini sebagai solusi umat.
Di tengah maraknya usaha untuk menjatuhkan citra pemerintah oleh pihak oposan sekarang ini, orang-orang Khawarij ikut menyebarkan semangat menjelek-jelekkan pemerintah itu dengan dalih amar ma’ruf nahi mungkar atas nama umat Islam. Bahkan dapat dikatakan, kebencian mereka terhadap pemerintah kita jauh melebihi kebencian seorang politikus yang berdiri dalam barisan oposisi pemerintah. Dalam istilah mereka, pemerintah beserta jajaran aparatnya adalah thaghut-thagut yang mesti diperangi bersama.
Karena mereka menghafal Al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah, tindakan mereka itu selalu dilandasi ayat-ayat atau hadits-hadits tentang jihadamar ma’ruf nahi mungkar, janji-janji surga bagi yang matisyahid (dalam pandangan mereka). Dengan sorot mata yang tajam dan uraian yang berapi-api serta kiasan-kiasan sederhana, mereka sangat fasih membawakan dalil-dalil ancaman bagi siapa pun yang taat terhadap para thaghut (baca: pemerintah kita). Bukan rahasia umum lagi, kiranya, jika orang-orang Khawarij dikenal sebagai orang-orang yang memiliki retorika bicara bagus dan mudah meyakinkan orang lain.
Dalam retorika Khawarij di Indonesia, kata “Iman” lalu “Hijrah” dan “Jihad” (iman, hijrah, jihad) menjadi semacam keyword untuk mengenali orang-orang Khawarij di tengah masyarakat kita. “Hidup mulia atau mati syahid” termasuk slogan yang membakar anggota-anggota muda mereka. “70 bidadari di surga” atau “Para Peminang Bidadari” adalah dorongan yang terus diulang-ulang agar mereka melakukan sebuah aksi berani dalam apa yang mereka sebut sebagai jihad.
Dakwah mereka melulu mengedepankan kata “jihad” dan “mati syahid” ketimbang kata “tauhid dansunnah” atau “akhlak-akhlak karimah”. Kelompok mana pun atau siapa saja yang menjadikankeyword-keyword tersebut sebagai slogan-slogan dalam dakwah masing-masing sekarang ini dapat diidentifikasi sebagai Khawarij atau, setidaknya, orang-orang yang terpengaruh pemahaman Khawarij.
Tentang ajakan untuk bertauhid, orang-orang Khawarij juga, ternyata, mengajarkan tauhid dalam dakwah-dakwah mereka. Bedanya, tauhid orang-orang Khawarij diistilahkan dengan TAUHID MULKIYAH. Dengan itu, mereka memaksudkan bahwa tidak ada hukum selain hukum Allah (inil hukmu illa lillah). Artinya, dalam masalah hukum, menegakkan hukum Islam sebagai hukum negara adalah bagian tauhid yang mesti dilakukan pertama kali.
Karena itulah, bagi mereka, setiap penguasa atau negara yang tidak berhukum dengan hukum Allah wajib untuk digantikan dengan penguasa atau negara yang berhukum dengan hukum Allah. Kita mafhum sekarang, tauhid mulkiyah adalah dalih utama bagi orang-orang Khawarij untuk memberontak dan mengafirkan penguasa serta para pendukungnya yang tidak berhukum dengan hukum Allah. Menegakkan tauhid, buat orang-orang Khawarij, adalah menegakkan negara dan hukum Islam meski sambil menebar teror.

Mereka Mengadakan Baiat Kelompok

Ketiga, di antara ciri-ciri mereka di tengah masyarakat kita, orang-orang Khawarij termasuk orang-orang yang mengadakan proses baiat dalam keanggotaan mereka. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah baiat diartikan sebagai proses pengambilan sumpah setia kepada pemimpin atau amir jamaah.
Siapa pun yang direkrut mereka, ia akan menjalani proses pembaiatan dulu. Artinya, untuk bergabung dengan kelompok atau jamaah mereka harus dengan baiat. Baiat terhadap pemimpin kelompok atauamir jamaah itu lebih wajib dilakukan ketimbang baiat kepada SBY dan Boediono, pemimpin legal dalam bernegara dan bermasyarakat di wilayah NKRI kita.
Dalam bentuk yang lebih ekstrim, seperti pada kelompok-kelompok Khawarij, ketaatan mereka hanya pada pemimpin atau amir mereka, bukan pada pemerintah Indonesia dan segenap jajarannya. Terlebih lagi, jika mereka telah menganggap pemerintah kita telah kafir; mereka akan bertekad mempertahankan baiat terhadap pemimpin kelompok mereka yang dalam anggapan mereka adalah satu-satunya pemimpin muslim.
Karena itu, sudah tidak mengherankan lagi, jika orang-orang Khawarij dikenal sebagai warga negara Indonesia yang paling payah. Mereka tidak lapor ke RT atau RW setempat, ketika berkunjung lebih dari 1 x 24 jam atau pindah ke sebuah alamat baru. Mereka enggan mengurusi identitas kewarganegaraan, seperti KTP, Kartu Keluarga, Surat Keterangan Pindah atau sekedar Akte Kelahiran.
Mereka cenderung untuk mangkir dari kewajiban membayar iuran-iuran bersama di lingkungan masing-masing, seperti iuran RT, iuran sampah, iuran ronda, iuran air ledeng, bahkan terkadang iuran listrik. Lebih dari itu, mereka tidak memiliki rasa hormat terhadap aparat-aparat pemerintah di tingkat bawah, mulai dari tingkat RT, RW, kecamatan, sampai tingkat propinsi. Mereka mengistilahkan pemerintah beserta jajarannya itu sebagai thaghut-thaghut yang tidak layak untuk dihormati apalagi ditaati.
Meski demikian, orang-orang Khawarij di tengah masyarakat kita bukan orang-orang tanpa identitas. Mereka bukan pribadi-pribadi anonim yang ketika kita minta identitas diri mereka akan mengatakan tidak punya. Justru sebaliknya, sering kali—kalau mau jeli—kita dapatkan beberapa di antara mereka memiliki identitas ganda.
Pimpinan kelompok Khawarij meminta kepada para anggotanya, terutama yang memiliki peran dan kedudukan penting, untuk memiliki identitas ganda dalam rangka mengelabui masyarakat dan terkhusus aparat. Seorang Khawarij yang telah dianggap sebagai mujahid dan senior bagi anggota-anggota lain, kebanyakan, memiliki KTP lebih dari satu dengan identitas berbeda. Terkadang, beberapa di antara mereka memiliki paspor lebih dari satu dengan identitas yang berbeda pula.
Dalam keadaan seperti itu, terkait dengan ciri mereka yang keempat, jangan bayangkan mereka sebagai laki-laki berjenggot dan berjubah gaya Timur Tengah. Sebaliknya, mereka akan berpenampilan seperti orang-orang kebanyakan; mereka berpenampilan klimis, mengenakan jeans dan kemeja chic. Tidak jarang, rupa mereka tidak jauh berbeda dari mahasiswa-mahasiswa pasca sarjana Universitas Indonesia. (Ingat foto-foto ketika salah satu kelompok mereka merampok Bank CIMB dulu!)
Bagi mereka yang berada di kota-kota kecil dan desa-desa di pulau Jawa, penampilan mereka jauh dari penampilan seorang Jamaah Tabligh, apalagi penampilan seorang Salafi. Mereka dapat merupa penampilan tukang las, penjaja bakso, pedagang beras dan segala keumuman yang tampil di masyarakat.
Adapun mujahid-mujahid mereka yang sedang mengemban misi di Filipina dan Thailand, mereka malah mengenakan anting-anting dan kalung bersalib, rambut dengan potongan skin-head, busana punkies, dan ngedugem di diskotik-diskotik setempat. Mereka nongkrong di bar-bar dalam rangka jihad di negeri kafir.
Mereka baru akan menampakkan identitas keislaman mereka hanya ketika berada dalam tahanan. Dan mereka baru akan seperti itu, ketika kemungkinan untuk menyelamatkan diri dari kejaran aparat dirasa tidak mungkin lagi.
Wajar, jika anggota-anggota mereka yang telah tertangkap pasti terlihat berpenampilan  a la syaikh-syaikh Timur Tengah dalam liputan-liputan tentang mereka di penjara. Mengenakan jubah besar atau gamis khas Pakistan warna putih, abu-abu, biru muda dan kadang hitam, mereka akan membebat kepala-kepala mereka dengan sorban putih atau hanya mengenakan peci-peci putih seperti seorang ustadz pesantren. Jenggot-jenggot mereka baru dibiarkan tumbuh di penjara. Celana-celana panjang mereka akan tergantung di atas matakaki-matakaki mereka. Dalam sorotan kamera stasiun televisi, mereka akan mengacungkan kepal tangan sambil teriak, “Allahu Akbar!”.
Itu semua menunjukkan kegandaan identitas mereka di tengah-tengah masyarakat. Siapa saja yang tidak mau jeli, selalu akan bersikap tidak-habis-pikir ketika salah seorang tetangga di dekatnya ditangkap aparat karena terlibat perencanaan aksi bom bunuh diri di ibukota. Tidak sedikit pula orangtua-orangtua anggota kelompok Khawarij yang tidak menyangka ketika anak-anak berwajah-lugu-dan-alim mereka diciduk aparat suatu hari.

Mereka Punya Tanzhim As-Sirriyah

Keempat, orang-orang Khawarij dengan segala ciri yang telah disebutkan itu menerapkan sistem kerahasiaan dalam kelompok mereka atau tanzhim as-sirriyah. Dalam prakteknya, sistem itu bersifat sangat rahasia dan hanya diketahui oleh lingkaran mereka. Terkadang, anggota-anggota baru tidak mengetahui rahasia-rahasia kelompok yang bersifat pelik. Bahkan, dalam beberapa kasus, jati diri pimpinan kelompok atau amir jamaah dirahasiakan dari anggota-anggota baru.
Karena mereka menerapkan model rekrutmen seperti itu, beberapa pimpinan kelompok Khawarij memberlakukan bentuk sel-sel kecil yang efektif dan aman dijalankan ketika pihak aparat dan masyarakat luas mulai menyadari keberadaan mereka. Untuk sebuah aksi atau hanya sekedar indoktrinasi berkala kepada anggota-anggota baru, sel-sel kecil ini sangat berhasil menjaga kerahasiaan kelompok-kelompok mereka.
Sistem kerahasiaan mereka itu juga berarti ada struktur tersendiri dalam kelompok. Dimaksud struktur di sini, artinya, mereka memiliki jalur-jalur komando instruksi dari atas ke bawah. Pemuncak mereka adalah imam atau amir jamaah. Di bawahnya, ada beberapa jabatan yang akan membantunya menjalankan kelompok. Setiap orang yang duduk dalam jabatan itu memiliki wewenang kepada anggota-anggota di bawah masing-masing.
Dalam bentuk paling ekstrim, struktur mereka itu ada yang menyerupai struktur jabatan kenegaraan. Dengan kata lain, seperti negara dalam negara. Mereka menunjuk seorang imam, sejumlah gubernur, beberapa belas bupati, dan puluhan camat. Masing-masing membawahkan jabatan-jabatan lain, termasuk jabatan-jabatan komandan wilayah yang memegang kesatuan-terlatih mereka.
Mereka menyebarkan struktur ini ke wilayah yang lebih luas dari sekedar propinsi Jawa Tengah. Indonesia, dengan struktur yang mereka susun, akan terbagi-bagi menjadi satuan-satuan wilayah kecil. Mereka membangun satu negara bawah tanah.
Dalam kelompok-kelompok Khawarij tertentu, struktur rahasia yang mereka bentuk itu terhubung langsung dengan struktur besar kelompok Khawarij di Asia Tenggara atau bahkan di Timur Tengah. Dalam rantai struktur ini, garis kebijakan tidak mesti terdapat antara struktur besar di luar dan di Indonesia. Kebijakan-kebijakan penting, apalagi darurat, dapat diambil oleh imam atau amir setempat tanpa sepengetahuan orang-orang di dalam struktur besar.
Dengan tanzhim as-sirriyah juga, mereka meneruskan hidup. Terkait dengan urusan perkawinan, misalnya, seorang anggota kelompok Khawarij akan mencari pasangan hidup dari kelompok mereka juga. Rahasia-rahasia yang banyak mereka pegang menuntut mereka untuk mencari pasangan hidup seperti itu agar siap memahami, menerima, dan menanggung semuanya. Sebagai istri, seorang wanita dari kelompok Khawarij menyiapkan diri jauh-jauh hari untuk ditinggal pergi suaminya karena ditangkap aparat atau ditinggal mati ketika sedang menjalankan aksi.
Mencari pasangan hidup dari luar kelompok teramat beresiko. Butuh waktu lama dan usaha tidak sedikit untuk meyakinkan siapa pun yang menjadi pasangan hidup itu. Alih-alih, mencari pasangan hidup dari luar kelompok justru dapat menjadi bumerang kelompok berikut jaringan-jaringan yang tersebar. Artinya, bukan sekedar jaringan kelompok terbongkar, tetapi juga menghancurkan masa depan kelompok dan perjuangan yang mereka emban.
Terkait dengan nafkah keluarga, sebagai misal yang lain, sebagian anggota-anggota aktif kelompok Khawarij di Indonesia memiliki rekening-rekening pribadi tempat tunjangan keluarga diterima. Dengan tunjangan itu, mereka tidak mesti pusing ketika tuntutan untuk menafkahi keluarga mengemuka. Rekening-rekening itu akan beralih fungsi sebagai tempat santunan sosial—terlepas dari besar atau kecil jumlah yang ada—buat janda-janda dan anak-anak mereka, ketika mereka tewas dalam aksi.
Dana yang mereka miliki diperoleh lewat donasi. Kelompok-kelompok Khawarij menerima donasi dari pihak-pihak yang bersimpati dengan kegiatan-kegiatan mereka. Di luar donasi, sejumlah uang untuk mendanai aktifitas mereka diperoleh lewat beberapa tindak kriminal, seperti perampokan, pencurian, atau pembobolan rekening bank orang lain. Khusus yang terakhir ini, beberapa anggota kelompok Khawarij memiliki kemampuan hacking di atas rata-rata. Mereka menganggap korban-korban mereka itu sebagai orang-orang kafir dan karena itu mengambil harta termasuk bagian dari jihad mereka.
***


Semua ciri Khawarij yang telah disebutkan tidak akan berarti apa-apa tanpa ciri terakhir, sistem kerahasiaan yang dipegang. Tanzhim as-sirriyah menjadi sebuah tuntutan demi kelangsungan kelompok, tujuan kelompok, dan juga pemahaman kelompok. Jika dibandingkan, sistem kerahasiaan mereka itu lebih ketat dijaga ketimbang sistem kerahasiaan (baca: code red) yang ada di kalangan polisi dan tentara negara kita.

Sabtu, 03 Maret 2012

FIRQATUN NAJIYAH = JOKAM????

KELUAR KETAANTAN KEPADA HUKKAM DAN MEMBIKIN JAMAAH, IMAM, BAIAT DITENGAH-TENGAH KAUM MUSLIMIN ADALAH FITNAH AKHIR ZAMAN

Rosulullah telah memperingatkan kitan akan bahanya berbagai fitnah yang akan terjadi diakhir zaman dan beliau telah memerintahkan para sahabat untuk menghindarinya,

فعن حذيفة بن اليمان رضي الله عنه قال : (كان الناس يسألون رسول الله صلى الله عليه و سلم عن الخير وكنت أسأله عن الشر مخافة أن يدركني فقلت : يا رسول الله إنا كنا في جاهلية وشر فجاءنا الله بهذا الخير فنحن فيه وجاء بك فهل بعد هذا الخير من شر كما كان قبله ؟ قال : ياحذيفة تعلم كتاب الله واتبع ما فيه، قال : قلت : يا رسول الله أبعد هذا الشر من خير ؟ قال : نعم قلت : ما العصمة منه ؟ قال : السيف قلت : وهل بعد ذلك الشر من خير ؟ قال : نعم وفيه دخن . قلت : وما دخنه ؟ قال : قوم -وفي طريق أخرى- : يكون بعدي أئمة ( يستنون بغير سنتي و ) يهدون بغير هديي تعرف منهم وتنكر ( وسيقوم فيهم رجال قلوبهم قلوب الشياطين في جثمان إنس ) قلت : فهل بعد ذلك الخير من شر ؟ قال : - نعم ( فتنة عمياء صماء عليها ) دعاة على أبواب جهنم من أجابهم إليها قذفوه فيها - . قلت : يا رسول الله صفهم لنا . قال : - هم من جلدتنا ويتكلمون بألسنتنا - . قلت : ( يا رسول الله ) فما تأمرني إن أدركني ذلك ؟ قال : تلتزم جماعة المسلمين وإمامهم ( تسمع وتطيع الأمير وإن ضرب ظهرك وأخذ مالك فاسمع وأطع ) قلت : فإن لم يكن لهم جماعة ولا إمام ؟ قال : - فاعتزل تلك الفرق كلها ولو أن تعض بأصل شجرة حتى يدركك الموت وأنت على ذلك) –السلسلة الصحيحة(2739)-

“Manusia bertanya kepada Rasulullah shollallahu ‘alahi wa sallam tentang kebaikan, sedangkan saya bertanya kepada beliau tentang kejelekan, saya khawatir kejelekan itu akan menimpaku, maka saya berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami dahulu dalam kejahiliyaan dan kejelekan, kemudian Allah mendatangkan kepada kami kebaikan ini, apakah setelah kebaikan ini akan ada kejelekan sebagaimana sebelumnya?

” Beliau menjawab, Ya khudzaifah, pelajarilah kitabullah dan ikutilah isinya, Kemudian saya bertanya, “Apakah setelah kejelekan itu ada kebaikan,” Beliau menjawab, “Iya, aku bertanya maka apakah penjagaannya? Beliau menjawab " pedang"

Kemudian saya bertanya, “Apakah setelah kejelekan itu ada kebaikan,” Beliau menjawab, “Iya, dan telah ada asapnya.”

Saya bertanya, “Apakah asapnya?” Beliau menjawab, “-Suatu kaum - ( di dalam riwayat yang lainnya) AKAN ADA SETELAHKU PARA IMAM – (YANG MENGAMBIL SUNNAH SELAIN SUNNAHKU) YANG MENGAMBIL PETUNJUK SELAIN DARI PETUNJUKKU, ada yang engkau anggap baik dari mereka dan ada yang engkau ingkari.”

DAN AKAN MEMIMIMPIN DIKALANGAN MEREKA PARA LAKI-LAKI YANG BERHATI SAYTHON DI DALAM JASAD MANUSIA

Kemudian saya bertanya, “Apakah setelah kebaikan itu ada kejelekan.” Beliau menjawab, “Iya, da’i-da’i yang menyeru ke pintu-pintu neraka jahannam (PARA PEMECAH PERSATUAN JAMA'AH KAUM MUSLIMIN-PEN) , siapa yang menjawab seruan mereka, maka mereka akan melemparkannya ke dalamnya.” Saya berkata, “Wahai Rasulullah, sifatkanlah mereka kepada kami?” Beliau menjawab, “Mereka adalah dari kulit kita juga dan berbicara dengan lisan-lisan kita.” Saya berkata, “Apa perintahmu kepadaku jika saya mendapati hal tersebut?” Beliau bersabda, “Engkau komitmen terhadap Jama’ah kaum muslimin dan Imam mereka.” Saya berkata, “Jika kaum muslimin tidak mempunyai Jama‘ah dan Imam.” Beliau berkata, “Tinggalkan seluruh firqoh-firqoh (kelompok-kelompok) tersebut, walaupun engkau harus menggigit akar pohon hingga kematian menjemputmu dan engkau di atas hal tersebut.” Silsilah As-shohihah 2739

CATATAN:
1. AKAN ADA SETELAHKU PARA IMAM – (YANG MENGAMBIL SUNNAH SELAIN SUNNAHKU) YANG MENGAMBIL PETUNJUK SELAIN DARI PETUNJUKKU...

يعني ولاة وأمراء- يَهْدُونَ بغير ِهديي يَسْتَنُّونَ بغير سُنَّتِي هذا فيه ذم لهم، لأنهم ليسوا على استقامة في هديهم وفي سيرتهم سواء كان في أنفسهم أو في تدبيرهم للأمة... شرح كتاب
أحاديث في الفتن والحوادث

yakni para pemerintah dan pemimpin yang mengambil petunjuk selain dari petunjukku, yang mengambil sunnah selain sunnahku ini adalah kecaman kepada para pemimpin yang seperti ini, karena mereka tidak beristiqhomah didalam hal petunjuk mereka dan di dalam jalan yang mereka tempuh (sesuai dengan al-kitab wassunnah-pen) APAKAH MEREKA TIDAK TERAPKAN DI DALAM DIRI MEREKA ATAUPUN MEREKA TIDAK TERAPKAN DIDALAM MENGATUR RAKYAT>>>
(tentunya ini secara umum, termasuk bilamana PEMERINTAH MEMBUAT PERTURAN PERUNDANG-UNDANGAN yang menyelisihi kitabullah dan sunnah -pen)

2. Berkenaan dengan UZLAH, maka imam ahmad bin hanbal telah menjelaskan:
وقال الإمام أحمد : إذا كانت الفتنة فلا بأس أن يعتزل الرجل حيث شاء ، فأما إذا لم يكن فتنة فالأمصار خير* فتح الباري ـ لابن رجب

"Bila terjadi fitnah ( kekacauan ) maka tidak mengapa seseorang uzlah/menyepi kemana tempat yang ia mau ( untuk menghindar dari fitnah ), tetapi kalau tidak terjadi fitnah ( kondisi stabil) maka tetap tinggal di pemukiman perkotaan itu lebih baik. Fathul bary oleh ibnu rojab

Ini adalah wasiat Rsulullah shollallohu 'alaihi wasallam kepada para sahabat ridhwanallohu 'alaihim agar menjauhi fitnah, agar mereka tetap mendengar dan taat ( maksudnya adalah pengabulan dan mengerjakan perintah ) serta bersabar meskipun pemimpin tersebut adalah pelaku kelaliman, penganiayaan , diktator.

Ini adalah pemahaman para as-salaf terhadap hadits-hadits yang menunjukkan atas tetap mendengar dan taat kepada seorang imam yang fasik selama ia tidak memerintahkan kepada kemaksiatan. Inilah tema-tema tulisan-tulisan mereka berkenaan dengan jamaah,imam,baiat di dalam kitab-kitab mereka, jikalau kita mau membaca dan menelaahnya

Rosulullah shollallohu 'alaihi wasallam bersabda ;
(السمع والطاعة على المسلم فيما أحب وكره ما لم يؤمر بمعصية، فإن أمر بمعصية فلا سمع ولا طاعة) –رواه البخاري ومسلم

Dimana mereka senantiasa menghukumi atas seorang pemimpin yang muslim untuk didengar dan ditaati dimana kaum muslimin telah bersepakat atasnya,
Wajib bagi seorang muslim untuk mendengar dan taat kepada imam dalam perkara yang menyenangkan dan yang membencikan selagi tidak diperintahkan kepada kemaksiatan, maka bila diperintah di dalam hal kemaksiatan, maka tidak ada kewajiabn mendengar dan taat.

Dan tidaklah diperbolehkan keluar dari ketaatan atas pemerintah dan tidak boleh pula memerangi mereka dengan senjata karena akan mengakibatkan berbagai efek kerusakan yang sangat banyak yang paling besarnya adalah tertumpahnya darah yang maksum ( tidak boleh dibunuh kecuali dengan kebenaran syari'at, oleh karena hukum yang pertama kali ditegakkan oleh Allah ta'ala di akhirat kelak adalah masalah pembunuhan ) terciptanya fitnah, gonjang-ganjing, kekisruhan , maka oleh karenanya tetap wajib bagi kaum muslimin untuk tetap mentaati mereka di dalam perkara yang ma'ruf dan tetap bersabar atas kedholiman mereka

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم (خيار أئمتكم الذين تحبونهم ويحبونكم ويصلون عليكم وتصلون عليهم، وشرار أئمتكم الذين تبغضونهم ويبغضونكم وتلعنونهم ويلعنونكم. قيل يا رسول الله أفلا ننابذهم بالسيف؟ فقال: لا ما أقاموا فيكم الصلاة، وإذا رأيتم من ولاتكم شيئاً تكرهونه فاكرهوا عمله ولا تنزعواً يداً من طاعة) –رواه مسلم-


“Sejelek-jelek pemimpin kalian adalah yang kalian membencinya dan mereka membenci kalian, yang kalian melaknatinya dan mereka melaknati kalian.“ Dikatakan kepada beliau: “Wahai Rasulullah, tidakkah kita melawannya dengan pedang (senjata)?“ Beliau mengatakan: “Jangan, selama mereka mendirikan shalat di tengah-tengah kalian. Jika kalian melihat pada pemimpin kalian sesuatu yang kalian benci maka bencilah perbuatannya dan jangan kalian cabut tangan kalian dari ketaatan.“ (Shahih, HR. Muslim)

Dan para sahabat telah memprektekkan hadits Nabi yang mulia ini dikala terjadinya zaman para imam-imam yang durhaka dari bani ummayah, dimana mereka tetap sholat dibelakang orang yang ketahui akan kedurhakaannya,

Sebagaimana Abdullah bin mas'ud dan selainnya sholat dibelakang walid bin 'uqbah bin abi mu'ith dimana ia suka minum khomer, suatu hari dia sholat subuh dengan empat rakaat, kemudian khalifah utsman bin affan mencambuknya

Demikian pula Abdullah bin mas'ud dan selainnya sholat dibelakang hajaj bin yusuf as-tsaqofy

Dan demikian pula para sahabat dan para tabi'in mereka semua sholat dibelakang abi 'ubaid dimana dia tertuduh kufur dan menyeru kepada kesesatan
( ma'mu' al-fatawa 3/281)

Syaikhul islam ibnu taimiyah mengatakan barang siapa yang keluar dari seorang pemimpin yang memiliki kekuasaan kecuai keburukan yang ditimbulkan atas pekerjaannya lebih besar dibandingkan dengan kebaikan yang ditimbulkannya, sebagaimana kisah orang-orang yang keluar dari pemerintahan Yazid bin mu'awiyah di madinah, seperti pula asy'ats yang khuruj dari pemerintahan abdul malik bin marwan di iraq, dan seperti ibnu almahlab yang khuruj atas anaknya di khurosan, abi muslim pendakwah yang khuruj atas mereka juga di khurosan, atau juga semisal orang-orang yang khuruj kepada pemerintahan al-manshur di madinah dan di bashroh, dan yang semisal mereka beserta dengan motivasi mereka masing-masing. Adakalanya mereka dikalahkan, adakalanya mereka menang kemudian pemerintahan berpindah ketangan mereka, maka tidak ada kesudahan kisah bagi mereka…..dan Rosulullah tidak memuji atas seseorangpun dari semisal mereka itu, beliau tidak memuji orang berperang di dalam fitnah, tidak pula memuji khuruj dari para pemimpin, dan tidak memuji orang yang mencabut ketaatan, dan tidak pula memuji orang yang memisahi jama'ah ( minhaju sunnah an-nabawiyah )

Karena memang melakukan tindakan khuruj kepada pemerintahan muslim yang berkuasa tidak ada kemaslahatan yang akan direngguh bahkan sebaliknya adalah menimbulkan fitnah dan kerusakan, dimana akan memakan banyak korban baik yang terlibat langsung maupun yang tidak terlibat langsung, suasana menjadi kacau dan mencekam, banyak orang yang terbunuh, jalan-jalan menjadi tidak aman lagi, para perampok, pembegal penjahat jalanan sangat berani melakukan aksinya karena pemerintahan yang melemah akibat kondisi politik yang labil akibat pemberontakan, maka hal ini menjadikan urusan dunia dan urusan agama tidak bisa tegak, oleh karenanya Rosulullah memuji cucunya yakni hasan bin 'ali yang melakukan kemashlahatan kepada kaum muslimin,

إن ابني هذا سيد وسيصلح الله به بين فئتين عظيمتين من المسلمين

Sesungguhnya cucuku ini adalah pemimpin, dia akan mendamaikan diantara dua kelompok kekuatan besar dari orang-orang muslim.

kenapa imam jokam dikatakan IMAM BID'AH??

KAIDAH KELIMA  KEIMAMAN (dari kitab mu'ammalatul hukkam)




الأئمة الذين أمر النبي صلى الله عليه وسلم بطاعتهم هم الأئمة الموجودون المعلومون، الذين لهم سلطان وقدرة
أما من كان معدوماً أو لا قدرة له على شيء أصلاً، فليس داخلاً فيما أمر النبي صلى الله عليه وسلم من طاعة الولاة .


Adapun Keimaman yang diperintah oleh Nabi صلى الله عليه وسلم untuk mento'ati mereka adalah imam yang wujud/eksis dan dikenal, yang mana mereka memiliki kekuasaan dan kemampuan, adapun orang ( imam- pent) yang tidak wujud (tidak dikenal ) atau samma sekali tidak memiliki kemampuan, maka bukan termasuk kedalam apa yang diperintah oleh Nabi shollallohu 'alaihi wasallam yaitu, dari mento'ati amir

يقول شيخ الإسلام ابن تيمية – رحمه الله تعالي – (( أن النبي صلى الله عليه وسلم أمر بطاعة الأئمة الموجودين المعلومين، الذين لهم سلطان يقدرون به على سياسة الناس، لا بطاعة معدوم ولا مجهول ولا من ليس له سلطان ولا قدرة على شيء أصلاً )) انتهي.


Syaikh Islam Ibnu Taimyah Rohimahulloh berkata: Sesungguhnya Nabi صلى الله عليه وسلم memerintahkan untuk mento'ati para pemimpin yang wujud dan dikenal, mereka adalah orang-orang yang memiliki kekuasaan, (yang dengan kekuasaan tersebut) mereka mampu mengatur manusia. Bukan untuk mento'ati pemimpin yang tidak eksis lagi tidak dikenal dan tidak pula pada orang yang sama sekali tidak memiliki kekuasaan dan kemampuan.

وحجة هذا : أن مقاصد الإمامة التي جاء الشرع بها من إقامة العدل بين الناس وإظهار شعائر الله –تعالي – وإقامة الحدود ونحو ذلك لا يمكن أن يقوم بها معدوم لم يوجد بعد، ولا مجهول لا يعرف.


Hujjah/Alasannya adalah : Sesungguhnya tujuan keimaman menurut syari'at yaitu menegakkan keadilan diantara manusia, menjalankan syari'at Alloh Ta'ala, dan menegakkan hukum pidana dan yang semisalnya, yang mana semua iti tidaklah mungkin dapat dilaksanakan oleh orang/imam yang tidak eksis kemudian tidak wujud ( kekuasaannya) dan tidak dikenal

وإنما يقوم بها الإمام الموجود الذي يعرفه المسلمون عموماً علماؤهم وعوامهم، شبابهم وشيبهم، رجالهم ونسائهم، والذي له قدرة على إنقاذ مقاصد الإمامة، فإذا أمر برد مظلمة ردت، وإذا حكم بحد أقيم، وإذا عزِّر نفذ تعزيزه في رعيته ونحو ذلك مما هو من مظاهر السلطان والولاية، فهذا هو الذي يحقق الله على يديه مصالح السلطان والولاية، فهذا هو الذي يحقق الله على يديه مصالح المسلمين، فتأمن به السبل وتجتمع عليه الكلمة، وتحفظ به بيضة أهل الإسلام.


Dan sesungguhnyalah yang mampu menegakkan menjalankan ( tugas-tugas diatas-pent) adalah imam yang wujud, dikenal oleh kaum muslimin secara umum baik oleh para 'ulama maupun orang awam, baik yang muda maupun yang tua, laki-laki dan wanita. Dan orang ini memiliki kemampuan menunaikan tujuan (dibentuknya) keimaman,

- ketika ia memerintahkan untuk menghentikan kedholiman maka dapat dihentikan,
- dan bila memutuskan hukum maka dilaksanakan,
- dan bila ia membuat peraturan, maka peraturan tersebut dapat diterapkan kepada rakyatnya. Dan lain sebagainya yang termasuk dari perwujudan sebuah kesultanan dan pemerintahan.

Maka inilah orang yang Alloh wujudkan atas kedua tangan-Nya pada keteraturan sebuah pemerintahan dan Negara , dan inilah orang/amir yang Alloh wujudkan atas kedua tanganNya pada ketertiban pada kaum muslimin

Maka Jalan-jalan menjadi aman, dan berkumpulah kalimat (terjadi kesepakatan mengangkat -pent) kepada seorang pemimpin, dan dengannya terjaga persatuan ahli Islam.

فمن نزل نفسه منزلة ولي الأمر الذي له القدرة والسلطان على سياسة الناس، فدعا جماعة للسمع والطاعة له أو أعطته تلك الجماعة بيعة تسمع وتطيع له بموجبها، أو دعا الناس إلي أن يحتكموا إليه في رد الحقوق غلي أهلها تحت أي مُسَمَّي كان ونحو ذلك، وولي الأمر قائم ظاهر : فقد حاد الله ورسوله، وخالف مقتضي الشريعة، وخرج من الجماعة.
فلا تجب طاعته، بل تحرم، ولا يجوز الترافع إليه ولا ينفذ له حكم ومن آزره أو ناصره بمال أو كلمة أو أقل من ذلك، فقد أعان على هدم الإسلام وتقتيل أهله وسعى في الأرض فساداً، والله لا يحب المفسدين.

Maka banrang siapa yang menempatkan dirinya layaknya penguasa yang memiliki kemampuan dan kuasaan untuk mengatur manusia, kemudian ia mengajak Jama'ah untuk mendengarkan dan mentoatinya atau jama'ah berkewajiban mentoatinya dengan BAI'AT mendengar dan taat, atau ia mengajak manusia untuk berhukum padanya untuk menolak berbagai kewajiban yang melampaui wewenangnya dengan apapun namanya (menamakan dakwah ini dan itu-pent) atau semisalnya, padahal waliyulamri/penguasa masih tegak. maka ia sungguh telah menentang Alloh dan Rosulnya, dan menyelisihi kehendak syari'at, SERTA KELUAR DARI AL-JAMA'AH.

MAKA TIDAK ADA KEWAJIBAN MENTO'ATINYA, BAHKAN DIHARAMKAN, DAN TIDAK BOLEH MEMBELANYA DAN MENUNAIKAN HUKUMNYA, DAN BARANG SIAPA YANG MENDUKUNG ATAU MENOLONGNYA, BAIK DENGAN HARTA ATAU DENGAN PERKATAAN ATAUPUN YANG LEBIH KECIL DARI ITU, MAKA IA TELAH MENOLONG UNTUK MEROBOHKAN ISLAM DAN MEMBANTAI AHLI ISLAM SERTA IA BERJALAN DIBUMI DENGAN MEMBUAT KERUSAKAN, DAN ALLOH TIDAK MENYUKAI PADA ORANG-ORANG YANG BERBUAT KERUSAKAN.

Rabu, 11 Januari 2012

BANTAHAN MANGKUL BAGIAN 3

Adapun tahammul wal ‘ada atau ada yang menyebutnya tahammul ‘ilm (cara menerima ilmu/hadits –studies in hadits methodology & literature karya Dr. azami (guru besar jami’ah Riyadh disaudi Arabia) dikenal dengan beberapa cara, sebagai berikut:
[1].as sama’ : yaitu guru membacakan kepada murid (cara seperti ini digunakan pada periode awal sahabat).
[2].’ard/Qira’ah : murid membacakan pada guru.
[3].ijazah : mengizinkan seseorang untuk meriwayatkan hadits/kitab berdasarkan wewenang ulama yang mempunyai kitab tanpa dibacakan (cara ini muncul setelah abad ke tiga). –sebagai contoh dizaman sekarang cara ini dilakukan oleh asy syaikh albani (wafat tahun 1420H/1999M) mendapatkan wewenang untuk menyampaikan hadits berdasarkan ijazah dari gurunya yaitu asy syaikh Muhammad raghib at thabbagh, dan sekarang asy syaikh albani ijazah penyampaiannya telah diserahkan kepada asy syaikh ali hasan, dan keilmuan hadits asy syaikh albani telah dites oleh doctor azami (guru besar di universitas Riyadh).
[4].munawalah : menyerahkan kitab-kitabnya kepada murid-muridnya (tentunya si murid telah menguasai ilmu tersebut).
[5].al kitabah : dengan surat ( cara ini pernah dilakukan rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengajak islam kepada imam-imam (penguasa) kafir, salah satunya raja heraqlius dengan mengirim surat [Shahih, HR Muslim, Kitabul Jihad….no:4585 cet Darul Ma'rifah] begitupun telah dilakukan juga pada masa khalifah arrasidin)
[6]. Al I’lam : memberitahu kepada seseorang bahwa dia (sipemberi informasi) telah mendapat untuk meriwayatkan bahan tertentu. (contoh seorang guru memberitahu kepada seorang muridnya bahwa kitab ini riwayatnya si fulan..dengan tidak disertakan izin untuk meriwayatkan dari padanya. Para ulama juga berselisih dengan cara ini..sebagian membolehkan sebagian yang lain tidak, cara ini sulit dilacak pada masa awal).
[7]. Al wasiyah : mewasiatkan bukunya kepada seseorang (contoh seorang syaikh mewasiatkan kitabnya disaat mendekati ajalnya. Riwayat ini sebagian ulama mengatakan boleh sebagian lain tidak, dan yang shahih adalah tidak boleh).
[8]. Al wijadah : menjumpai sebuah kitab yang ditulis seseorang (contoh si fulan datang ke maktabah kemudian membaca-baca hadits / kitab yang karang oleh para ulama’. Dan cara ini telah kita bahas pada artikel sebelumnya..silakan di lihat).
Di jama'ah354 umumnya menggunakan cara yang pertama (assama’) yang mereka namakan “mangkul”. Tapi dalam praktek pemahamannya sangat-sangat bertentangan dengan atsar-atsar yang telah dibawakan oleh rasulullah dan para sahabatnya (silakan dibaca kembali awal-awal bab mangkul). Dan tentunya cara-cara yang lain diharamkan menurut ajaran mereka, apalagi yang nomer ke delapan “al wijadah”.
Dan yang memperkuat bahwa merekalah yang justru menyelisihi kaidah mangkulnya yakni Seharusnya kalau memang ilmunya dulu dimangkulkannya bersambung-sambung sampai rasulullah –tapi ternyata tidak, justu menyelisihi- apa yang mereka sampaikan sedikit banyaknya “qoola rasulullah..qoola rasulullah..” maksudnya banyak ucapan-ucapan atau cerita-cerita rasulullah yang mereka sampaikan, tapi di 354 justru malah yang lebih banyak disampaikan hal-hal yang tidak shahih, isra ‘iliyyah, bahkan khurafat (kepercayaan batil) –contoh: diceritakan dulu pak KH. Nurhasan itu bisa terbang, bisa menghilang, makan beling, main ular, akrabat-akrabat yang berbau-bau syirik, bisa menaikan buah kelapa yang sudah jatuh kembali ke pohonnya, dan bahkan konon pernah masuk ke laut untuk amar ma’ruf sama nyi roro kidul..dan cerita ini bolak-balik diceritakan oleh para penceramah/ da’I nya 354 dan ini sudah masyhur dikalangan mereka, jama’ah 354 dari ujung barat sampai ujung timur kurang lebih banyak tahu cerita-cerita ini –insya allah-. Tapi, jika itu sudah dari amir/imam mereka itu katanya mangkul…subhanallah…
Ketahuilah wahai saudaraku, ilmu secara musnad/ isnad (kalau sudah berisnad pasti muttashil) itu pada dasarnya dilakukan pada ilmu hadits sejak tersebarnya fitnah dizaman ulama salaf (generasi terdahulu) tapi untuk kita generasi mutaakhirin (zaman sekarang) karena hadits-hadits telah terbukukan oleh para ulama’, apakah hadits tersebut shahih, dha’if atau maudlu’semua telah dijelaskan dan terbukukan, adapun kita sudah cukup mempelajari ilmunya. Tidak perlu harus mencari orang yang masuk dalam deretan sanad yang sampai kepada nabi.
sebagaimana yang diungkapkan ibnu sirin dalam muqaddimah shahih muslim. Beliau menjelaskan :
لَمْ يَكُونُوا يَسْأَلُونَ عَنْ الْإِسْنَادِ فَلَمَّا وَقَعَتْ الْفِتْنَةُ قَالُوا سَمُّوا لَنَا رِجَالَكُمْ فَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ السُّنَّةِ فَيُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ وَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ الْبِدَعِ فَلَا يُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ
mereka dulu (para ulama’ hadits,pen) tidak pernah bertanya tentang isnad, tatkala terjadi fitnah, maka mereka berkata: “sebutkanlah kepada kami (orang-orang yang meriwayatkan hadits,pen) lalu dilihat, kalau dia ahlus sunnah maka diambil riwayatnya, begitu pula kalau dia ahli bid’ah maka tidak diambil riwayatnya”.[Lihat syarh shahih muslim juz 1 hal.76 cet, daarul khair]
Ini dalam bidang hadits, kalau dalam bidang fiqhiyyah tidak mesti semua ucapan. Ulama’ tersebut harus ada mata rantainya kepada rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tapi harus ada dasarnya. Kalau tidak ada dasarnya maka riwayatnya wajib ditolak. Adapun hadits-hadits yang telah dibukukan oleh para ‘ulama (seperti asy syaikh Muhammad bin isma’il telah mengarang sebuah kitab berjudul shahih bukhari, begitu pula ulama’-ulama’ lain yang telah membukukan kitabnya,pen) maka sekarang tak perlu lagi berisnad/mangkul. Yang wajib dimangkuli adalah ilmu-ilmu bagaimana qa’idah memahami alQur’an & hadits-hadits, seperti Qa’idah tafsir, musthalah hadits, gharibul hadits, aljahr wat ta’dhil, an nasikh wal mansukh, ashabul nuzul wal wurud dll yang berkaitan dengan ilmu-ilmu tafsir dan Qa’idah hadits agar tidak tersesat. Bukan hanya memahami lahiriyahnya suatu hadits saja dengan tanpa memperdulikan semua ini..!! wallahul musta’an…



seseorang yang mempunyai sanad bukan jaminan diatas aqidah yang benar
contoh: perawi yang bernama: Imron bin Hiththan seorang perowi dalam kitab Shahih Bukhori, lihat dihadits no. 5835 dan 5952. al imam bukhari meriwayatkan hadits dari jalannya, akan tetapi imran bin hiththan berakidah khawarij (namun dia bukan pendusta). Berikut penjelasannya:
Al-Hafizh Ibnu Atsakir menyebutkan kisahnya,
قال تزوج عمران بن حطان امرأة من الخوارج ليردها عن دين الخوارج فغيرته إلى رأي الخوارج
...Bahwa Imran bin Hiththan menikahi perempuan Khawarij (dengan tujuan) untuk mengeluarkan perempuan tersebut dari pemahaman Khawarijnya. Akan tetapi, perempuan itulah yang justru kemudian mengubah Imran menjadi Khawarij” (lihat: Tarikh Dimasyq 43/490).
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata,
عمرَان بن حطَّان السدُوسِي الشَّاعِر الْمَشْهُور كَانَ يرى رَأْي الْخَوَارِج قَالَ أَبُو الْعَبَّاس الْمبرد كَانَ عمرَان رَأس القعدية من الصفرية وخطيبهم وشاعرهم انْتهى والقعدية قوم من الْخَوَارِج كَانُوا يَقُولُونَ بقَوْلهمْ وَلَا يرَوْنَ الْخُرُوج بل يزينونه وَكَانَ عمرَان دَاعِيَة إِلَى مذْهبه
Imran bin Hiththan as-Sudusi, seorang penyair terkenal. Ia berfaham Khawarij. Abu Abbas al-Mubarrad berkata, ‘‘Imran bin Hiththan adalah pimpinan, penyair dan khathib al-Qa’diyah.’ Al-Qa’diyah adalah kelompok sempalan dari Khawârij yang berpandangan tidak perlu memberontak atas penguasa akan tetapi mereka hanya merangsang untuk memberontak. Imran adalah juru dakwah kepada mazhabnya”. (lihat: Fathul Baari syarah shahih bukhari 1/432).
Imam Bukhori menerima haditsnya karena walaupun berpemahaman Khawarij, Imron dikenal tsiqah dan tidak suka berdusta.
Al-Hafizh Al-Mizzi berkata,
قَالَ أَبُو دَاوُدَ: لَيْسَ فِي أَهْلِ الأَهْوَاءِ أَصَحُّ حَدِيْثاً مِنَ الخَوَارِجِ. ثُمَّ ذَكَرَ عِمْرَانَ بنَ حِطَّانَ...
Imam Abu Dawud berkata, Tidak ada dari ahli bid’ah yang shahih haditsnya kecuali dari kelompok Khawarij, kemudian beliau menyebutkan Imron bin Hiththan… ”. (lihat: Tahdzib Al-Kamal 22/323).
tambahan:
 Imron semula adalah ahlus sunnah, kemudian diakhir hidupnya berubah karena terpengaruh oleh istrinya. Al-Hafizh Ibnu Atsakir rahimahullahu menyebutkan kisahnya, “… Bahwa Imran bin Hiththan menikahi perempuan Khawarij (dengan tujuan) untuk mengeluarkan perempuan tersebut dari pemahaman Khawarijnya. Akan tetapi, perempuan itulah yang justru kemudian mengubah Imran menjadi Khawarij” (Tarikh Dimasyq 43/490).
Lihat pula biografi Imron oleh:
Bukhori dalam Tarikh (6/413),
Ibnu Abi Hatim dalam Jarh wa Ta’dil jilid (6/296),
Ibnu Hibban dalam Ats-Tsiqah (5/222),
Adz-Dzahabi dalam Siyar ‘Alam An-Nubala (5/121 –cet. Darul Hadits),
Ibnu Hajar dalam Tahdzib At-Tahdzib (8/127) dan lainnya.


Tapi riwayat dari seorang yang suka berdusta atau bersumpah palsu demi membela mazhabnya tidak dapat diterima riwayatnya, pengikut 354 terkenal suka berdusta atau bahkan sampai sumpah-sumpah palsu demi menutupi madzab dan aqidahnya, maka andaikata benar mereka memiliki sanad periwayatan maka periwayatannya itu tidak diterima disisi ahli hadits ditinjau dari ilmu hadits. Contoh: kalau kita tanyakan kepada mereka, “apakah di 354 ada keamiran, bai'at?? mereka akan menjawab “tidak...diajaran kami tidak ada keamiran dan bai'at” bahkan kadangkala mereka sampai sumpah palsu untuk menutupi itu...wallahul musta'an...
Al-Hafizh Adz-Dzahabi rahimahullahu (w. 748 H/ 1347 M) memberi alasan,
بَلِ الْكَذِبُ شِعَارُهُمْ، وَالنِّفَاقُ وَالتَّقِيَّةُ دِثَارُهُمْ، فَكَيْفَ يُقْبَلُ مَنْ هَذَا حَالُهُ
... sebab bahkan kedustaan adalah ciri khas mereka dan taqiyah dan nifak pakaian mereka. Bagaimana bisa diterima riwayat dari mereka?”(Mizan Al-I’tidal 1/118 –Cet Darul Kutub Ilmiyah)
Maksud beliau, walaupun mereka memiliki sanad dan menuturkan sanad, tapi riwayat mereka tetap tidak diterima, sebab menjadi kabur dan tersamar antara kebenaran dan kedustaannya. Tidak jelas, apakah riwayatnya ini taqiyah atau sebuah kebenaran. 
Imam Al-Khathib Al-Baghdadi rahimahullahu (w. 463 H/ 1072 M) berkata,
طَائِفَة من أهل الْعلم إِلَى قبُول أَخْبَار أهل الْأَهْوَاء الَّذين لَا يعرف مِنْهُم استحلال الْكَذِب وَالشَّهَادَة لمن وافقهم
... Sebagian ulama menerima riwayat dari ahli bid’ah yang tidak dikenal menghalalkan dusta dan membuat kesaksian palsu untuk para pengikutnya”. (Al-Kifayah hal. 367 –cet Darul Huda).


Al-Hafizh Ibn Shalah rahimahullahu (w. 643 H/ 1245 M) berkata,
وَمِنْهُمْ مَنْ قَبِلَ رِوَايَةَ الْمُبْتَدِعِ إِذَا لَمْ يَكُنْ مِمَّنْ يَسْتَحِلُّ الْكَذِبَ فِي نُصْرَةِ مَذْهَبِهِ أَوْ لِأَهْلِ مَذْهَبِهِ
Diantara para ulama ada yang menerima riwayat ahli bid’ah asal tidak menghalalkan dusta untuk membela mazhab atau bagi pengikutnya”. (Muqadimah Ibn Shalah hal. 298 –cet Darul Ma’arif).
Imam Nawawi rahimahullahu (w. 676 H/ 1278 M) berkata,
وَمَنْ لَمْ يُكَفَّرْ قِيلَ: لَا يُحْتَجُّ مُطْلَقًا، وَقِيلَ: يُحْتَجُّ بِهِ إِنْ لَمْ يَكُنْ مِمَّنْ يَسْتَحِلُّ الْكَذِبَ فِي نُصْرَةِ مَذْهَبِهِ، أَوْ لِأَهْلِ مَذْهَبِهِ ،
Dan siapa saja (Ahli bid’ah) yang tidak kafir, sebagian (ulama) menolak riwayatnya secara mutlak dan sebagian yang lain menerima asal tidak menghalalkan dusta untuk membela madzhab dan pengikut madzhabnya”. (At-Taqrib wa At-Taisir hal. 50-51 – Darul Kutub Al-’Arobi).


Bukti para sahabat rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak mangkul ala 354



pertama, sahabat abu bakar radhiyallahu’anhu.
عَنْ سَالِمٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كَتَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كِتَابَ الصَّدَقَةِ فَلَمْ يُخْرِجْهُ إِلَى عُمَّالِهِ حَتَّى قُبِضَ فَقَرَنَهُ بِسَيْفِهِ فَعَمِلَ بِهِ أَبُو بَكْرٍ حَتَّى قُبِضَ ثُمَّ عَمِلَ بِهِ عُمَرُ حَتَّى قُبِضَ فَكَانَ فِيهِ
Dari Salim dari ayahnya, ia berkata; Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam telah menulis catatan mengenai zakat dan beliau tidak mengeluarkannya kepada para pegawainya hingga beliau meninggal. Beliau menyimpan catatan itu pada pedangnya. Kemudian beramal dengan catatan itu Abu Bakr hingga ia meninggal, kemudian dilaksanakan oleh Umar hingga ia meninggal. Catatan tersebut berisi ….[Abu Dawud (no. 1568), Tirmidzi (no. 621) dan Ahmad (no. 4632)]
kedua, sahabat ali radiyallahu anhu.
وُجِدَ فِي قَائِمِ سَيْفِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَحِيفَةٌ فِيهَا مَكْتُوبٌ …
Aku menemukan dalam gagang pedang Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam sebuah tulisan didalamnya termaktub….[Dikeluarkan oleh Ibnu Abdil Barr (1/304) no. 393 –cet Darul Ibnu Al-Jauzi), disebutkan dalam Musnad Asy-Syafi’i (1/198 – cet Darul Kutub Al-Ilmiyah), Baihaqi dalam Sunan juga dari jalan Asy-Syafi’i (no. 15894)]
ketiga, perbuatan aisyah radhiyallahu’anha.
...وُجِدَ فِي قَائِمِ سَيْفِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كِتَابَانِ فِي أَحَدِهِمَا
Aku menemukan dalam gagang pedang Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam dua buah surat dalam salah satu dari keduanya (tertulis)…[Dikeluarkan oleh Al-Mawardzi dalam As-Sunnah (no. 282 – Tahqiq Salim Ahmad As-Salafi), Abu Ya’la (8/198-199) no. 4757, Ad-Daruquthni dalam Sunan (3249), Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (no. 8024), dan Baihaqi (no. 15896, 15915)] Adz-Dzahabi berkata, “Shahih”. Disebutkan Al-Haitsami dalam Majma az-Zawaid (6/295) .
ini sebagian kecil dari contoh amalan para sahabat. Ternyata para sahabat sendiri tidak mangkul ala 354...ternyata mangkul ala 354 ini justru menyelisihi, atau apakah kalian akan mengatakan ilmu mereka tidak sah karena didapat tidak mangkul?!subhaanallah...


SIMAKLAH PENJELASAN BEBERAPA ULAMA' AHLUS SUNNAH BERIKUT INI:



ـ سئل فضيلة الشيخ ـ غفر الله له ـ : هل يجوز تعلم العلم من الكتب فقط دون العلماء وخاصة إذا كان يصعب تعلم العلم من العلماء لندرتهم؟ وما رأيك في القول القائل: من كان شيخه الكتاب كان خطؤه أكثر إلى الصواب؟
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya:
Bolehkah belajar ilmu dari kitab-kitab saja tanpa belajar kepada ulama, khususnya jika ia kesulitan belajar kepada ulama karena jarangnya mereka? Bagaimana pendapat Anda tentang ucapan yang menyatakan: barang siapa yang gurunya adalah kitabnya maka kesalahannya akan lebih banyak dari pada benarnya?
فأجاب قائلا: لا شك أن العلم يحصل بطلبه عند العلماء وبطلبه في الكتب؛ لأن كتاب العالم هو العالم نفسه، فهو يحدثك من خلال كتابه، فإذا تعذر الطلب على أهل العلم، فإنه يطلب العلم من الكتب، ولكن تحصيل العلم عن طريق العلماء أقرب من تحصيله عن طريق الكتب؛ لأن الذي يحصل عن طريق الكتب يتعب أكثر ويحتاج إلى جهد كبير جدًّا، ومع ذلك فإنه قد تخفى عليه بعض الأمور كما في القواعد الشرعية التي قعَّدها أهل العلم والضوابط، فلا بد أن يكون له مرجع من أهل العلم بقدر الإمكان.


Beliau menjawab:
Tidak diragukan lagi bahwa ilmu bisa diperoleh dengan mempelajarinya dari para ulama dan dari kitab. Karena, kitab seorang ulama adalah ulama itu sendiri, dia berbicara kepadamu tentang isi kitab itu. Jika tidak memungkinkan menuntut ilmu dari ahli ilmu maka ia boleh mencari ilmu dari kitab. Akan tetapi memperoleh ilmu melalui ulama lebih dekat (mudah) daripada memperoleh ilmu melalui kitab, karena orang yang memperoleh ilmu melalui kitab akan banyak menemui kesulitan dan membutuhkan kesungguhan yang besar, dan akan banyak perkara yang akan dia fahami secara samar sebagaimana terdapat dalam kaidah syar'iyyah dan batasan yang ditetapkan oleh para ulama. Maka dia harus mempunyai tempat rujukan dari kalangan ahli ilmu semampu mungkin.
وأما قوله: "من كان دليله كتابه فخطؤه أكثر من صوابه" ، فهذا ليس صحيحًا على إطلاقه ولا فاسدًا على إطلاقه، أما الإنسان الذي يأخذ العلم من أيّ كتاب يراه فلا شك أنه يخطئ كثيرًا، وأما الذي يعتمد في تعلُّمه على كتب رجال معروفين بالثقة والأمانة والعلم فإن هذا لا يكثر خطؤه بل قد يكون مصيبًا في أكثر ما يقول
الكتاب : كتاب العلم -مؤلف: محمد بن صالح العثيمين1/174
Adapun perkataan yang menyatakan: Barangsiapa yang gurunya adalah kitabnya maka kesalahannya akan lebih banyak dari pada benarnya. Perkataan ini tidak benar secara mutlak, tetapi juga tidak salah secara mutlak. Jika seseorang mengambil ilmu dari semua kitab yang dia lihat, maka tidak ragu lagi bahwa dia akan banyak salah. Adapun orang yang mempelajarinya bersandar kepada kitab orang-orang yang telah dikenal ketsiqahannya, amanahnya, dan ilmunya, maka dalam hal ini dia tidak akan banyak salah bahkan dia akan banyak benarnya dalam perkataannya
Dinukil (manqul) dari Kitabul 'Ilmi, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin


112ـ وسئل الشيخ ـ غفر الله له ـ : بعض طلبة العلم يكتفون بسماع أشرطة العلماء من خلال دروسهم فهل تكفي في تلقي العلم؟ وهل يعتبرون طلاب علم؟ وهل يؤثر في مُعْتَقَدِهم؟
Syaikh ditanya – semoga Allah mengampuninya - Sebagian Pencari Ilmu merasa cukup dengan mendengarkan kaset rekaman ulama, tanpa mendatangi pelajaran mereka, apakah hal ini dianggap memadai di dalam hal pengambilan Ilmu? Da apakah mereka dianggap sebagai pencari Ilmu? Dan apakah aqidah mereka ditinggalkan?
فأجاب فضيلته بقوله: لا شك أن هذه الأشرطة تكفيهم عن الحضور إلى أهل العلم إذا كان لا يمكنهم الحضور، وإلا فإن الحضور إلى العلماء أفضل وأحسن وأقرب للفهم والمناقشة، لكن إذا لم يمكنهم الحضور فهذا يكفيهم.
Maka Fadhilah Syaikh menjawabnya: Tidak diragukan lagi bahwa kaset-kaset rekaman tersebut dapat mencukupi (memadai ) mereka dari mendatangi ahli ilmu, jika ia tidak memungkinkan untuk hadir, dan jika tidak maka kehadiran kepada para ulama' itu lebih utama dan lebih baik dan lebih mendekati kepada kefahaman dan melakukan pembahasan/diskusi, akan tetapi bila tidak memungkinkan untuk hadir, maka ini telah mencukupi mereka (mendengar dari kaset rekaman)
ثم هل يمكن أن يكونوا طلِبة علم وهم يقتصرون على هذا ؟
نقول: نعم يمكن إذا اجتهد الإنسان اجتهادًا كثيرًا كما يمكن أن يكون الإنسان عالمًا إذا أخذ العلم من الكتب، لكن الفرق بين أخذ العلم من الكتب والأشرطة وبين التلقي من العلماء مباشرة، أن التلقي من العلماء مباشرة أقرب إلى حصول العلم؛ لأنه طريق سهل تمكن فيه المناقشة بخلاف المستمع أو القارئ فإنه يحتاج إلى عَناء كبير في جمع أطراف العلم والحصول عليه.
Kemudian ditanyakan apakah memungkinkan mereka dikatakan menuntut ilmu sedangkan mereka membatasi atas ini (cuma mendengarkan rekaman)?
Kami katakan: ya, memungkinkan, bila seseorang berupaya sungguh-sungguh sebagaimana pula memungkinkan bagi seseorang menjadi 'alim ketika ia mengambil ilmu dari kitab-kitab. Akan tetapi berbeda antara mengambil ilmu dari kitab-kitab (dengan membaca) atau mendengarkan rekaman dan dengan memperoleh ilmu dengan bertemu langsung para ulama. Bahwa mengambil ilmu secara langsung pada ulama lebih dekat untuk memperoleh ilmu, karena ini adalah cara yang mudah yang memungkinkan melakukan pembahasan/diskusi berbeda dengan cara mendengar atau membaca yang membutuhkan usaha maksimal di dalam mengumpulkan kesimpulan-kesimpulan ilmu dan memperolehnya.
وأما قول السائل: هل يؤثر الاكتفاء بالأشرطة في معتقدهم، فالجواب: نعم يؤثر في معتقدهم إذا كانوا يستمعون إلى أشرطة بدعية ويتبعونها، أما إذا كانوا يستمعون إلى أشرطة من علماء موثوق بهم، فلا يؤثر على معتقداتهم، بل يزيدهم إيمانًا ورسوخًا واتباعًا للمعتقد الصحيح.
Adapun ucapan penanya: Apakah orang yang mengambil kecukupan dengan sekedar mendengarkan rekaman lantas aqidah mereka ditinggalkan ?
Maka jawabannya: ya, ditinggalkan di dalam masalah aqidah mereka jika mereka mendengarkan pada rekaman-rekaman yang bersifat bid'ah dan mereka mengikutinya, adapun bila mereka mendengarkan rekaman-rekaman dari para ulama yang tepercaya, maka aqidah mereka tidak ditinggalkan, bahkan akan menambah keimanan, keteguhan dan ittiba' mereka pada aqidah yang shohih
الكتاب : كتاب العلم
المؤلف : محمد بن صالح العثيمين1/264






Imam As-Sayuthi rahimahullahu (w. 911 H/ 1505 M) dalam Tadribur Rawi fi Syarah Taqrib An-Nawawi hal 75-76 mengatakan,
قَالَ ابْنُ بَرْهَانٍ فِي الْأَوْسَطِ ذَهَبَ الْفُقَهَاءُ كَافَّةً إلَى أَنَّهُ لَا يَتَوَقَّفُ الْعَمَلُ بِالْحَدِيثِ عَلَى سَمَاعِهِ بَلْ إذَا صَحَّ عِنْدَهُ النُّسْخَةُ جَازَ لَهُ الْعَمَلُ بِهَا وَإِنْ لَمْ يَسْمَعْ ، وَحَكَى الْأُسْتَاذُ أَبُو إِسْحَاقَ الْإسْفَرايِينِيّ الْإِجْمَاعَ عَلَى جَوَازِ النَّقْلِ مِنْ الْكُتُبِ الْمُعْتَمَدَةِ وَلَا يُشْتَرَطُ اتِّصَالُ السَّنَدِ إلَى مُصَنِّفِهَا وَذَلِكَ شَامِلٌ لِكُتُبِ الْأَحَادِيثِ وَالْفِقْهِ ، وَقَالَ الطَّبَرِيُّ مَنْ وَجَدَ حَدِيثًا فِي كِتَابٍ صَحِيحٍ جَازَ لَهُ أَنْ يَرْوِيَهُ وَيَحْتَجُّ بِهِ
Berkata Ibn Barhan didalam kitab Al-Ausath: Ahli fiqh secara keseluruhan berpendapat bahwa mengamalkan hadits tidak hanya terbatas dengan mendengarkannya saja, bahkan jika teks hadits itu shahih menurutnya, maka boleh mengamalkan teks hadits itu walaupun tidak didengarkan. Ustadz Abu Ishaq Al-Asfarayaini menceritakan ijma atas bolehnya menukil dari beberapa kitab yang menjadi pegangan dan tidak diisyaratkan bahwa sanadnya harus bersambung dengan penulisnya, sama saja baik kitab-kitab hadits atau fiqh. Ath-Thabari berkata, “Barangsiapa yang mendapatkan suatu hadits didalam kitab shahih, maka ia boleh meriwayatkannya dan berhujjah dengannya”.
 Kitab ini diberi muqadimah oleh Syaikh Ahmad Syakir rahimahullahu dan dikomentari oleh Syaikh Al-Albani rahimahullahu.
Al-Qasimi rahimahullahu menyebutkannya pula dalam Qawa’id al-Tahdits hal 213.
Al-Hafizh Abu Bakar Ahmad bin Ali bin Tsabit bin Ahmad bin Mahdi Al-Khathib Al-Baghdadi rahimahullahu (w. 463 H/ 1072 M) dalam Al-Kifayah fi Ilmu Riwayah (halaman 354 dan seterusnya –cet Maktabah Al-Ilmiyah), bahkan membuat suatu bab khusus yang beliau beri judul:
ذِكْرُ بَعْضِ أَخْبَارِ مَنْ كَانَ مِنَ الْمُتَقَدِّمِينَ يَرْوِي عَنِ الصُّحُفِ وِجَادَةً مَا لَيْسَ بِسَمَاعٍ لَهُ وَلَا إِجَازَةٍ
Sebagian Khabar menyebutkan bahwasanya ada diantara orang-orang terdahulu (ulama dulu) yang meriwayatkan dari lembaran yang mereka dapatkan bukan lewat pendengaran (sema’an) atau ijazah (izin meriwayatkan)”.
Subhanalaah...Ternyata para pendahulu dari kalangan salafus shalih tidak mempunyai paham seperti jama'ah 354, bahkan mereka telah sepakat (ijma') bolehnya mengamalkan sebuah ilmu -tentunya yang shahih- hanya dengan membaca kitab-kitab, walaupun tidak mendengar langsung.






ternyata sistem mangkul ala jama'ah354 menyerupai kaum sesat sufi, dan syi'ah!!
mereka jama'ah354 berkata:
Orang yang mengaji Al-qur'an dan Al-Hadits dengan ro'yu (tidak mangqul) digambarkan sama halnya dengan orang yang mendapatkan uang asli tetapi dengan cara yang tidak sah seperti mencuri, atau diumpamakan seperti masuk ke rumah orang lain tanpa izin pemiliknya, atau masuk rumah tidak melalui pintu” [kami nukil dari makalah CAI-PERMATA 2009 dengan judul " Hakekat Kebenaran Menetapi Qur'an Hadits Jama'ah"]
kajian:
dari poin diatas, mereka membangun aqidah dengan cara Mangkul maka dapat mengesahkan ilmu dan amal, artinya sebaliknya mendapatkan ilmu dengan cara berguru tanpa mangkul atau dengan membaca kitab-kitab tafsir al-qur'an atau al-hadits atau syarah hadits baik teks asli arab ataupun terjemah, maka mereka anggap ilmu dan amalan ibadah seseorang menjadi tidak sah, bahkan islamnya seseorang menjadi sia-sia ( inilah sebenarnya kata akhir yang dikehendaki oleh jamaah 354 yakni pengkafiran kepada kaum muslimin )
sebenarnya ajaran mangkul jama'ah 354 ini kalau kita lihat bukan ajarannya para ulama' salaf/ahlussunnah wal jama'ah, melainkan mengikuti/menjiplak ajarannya kaum sufi. Sebagai berikut:
وكذلك فإن الصوفية عامة يرون ـ ومنهم الشاذِلية ـ أن علم الكتاب والسنة لا يؤخذان إلا عن طريق شيخ أو مربٍّ أو مرشد، ولا يتحقق للمريد العلم الصحيح حتى يطيع شيخه طاعة عمياء في صورة: "المريد بين يدي الشيخ كالميت بين يدي مُغسِّله" لذلك يُنظر إلى الشيخ نظرة تقديسية ترفعه عن مرتبته الإنسانية* موسوعة الرد على الصوفية- مجموعة من العلماء
Demikianlah sesungguhnya ajaran sufi secara umum – termasuk tarekat as-syadziliyah – berpendapat bahwa ilmu al-qur'an dan as-sunnah tidak boleh diambil kecuali dari jalur seorang guru atau murobbi atau mursyid dan tidak berhaq bagi murid untuk mendapatkan ilmu yang shohih sehingga ia menta'ati gurunya dengan ketaatan yang membuta, sebagaimana dalam sebuah perumpamaan " seorang murid dihadapkan gurunya bagaikan seonggok mayat di tangan orang yang memandikannya" oleh karenanyalah seorang guru dimata muridnya di pandang sebagai orang yang bersih ( ma'sum ) terangkat dari derajat manusia biasa ( yang bisa berbuat salah ) ( dinukil dari kitab mausu'ah roddi as-sufiyah).
Kalau kita perhatikan dalil perumpamaan yang di bangun oleh orang-orang sufi sangat mirip dengan kebiasaan perumpamaan yang dibangun oleh jamaah354, yakni perumpamaan yang tidak dibangun atas dasar dalil naqli yang shohih.
Selain itu juga kelompok sufi naqsyabandiyah membangun pendalilan seperti ucapannya seseorang yang ketagihan ganja, yakni;
من لا شيخ له فشيخه الشيطان، ومتى كان شيخه الشيطان كان في الكفر حتى يتخذ له شيخا متخلقا بأخلاق الرحمن»- البهجة السنية في آداب الطريقة العلية الخالدية النقشبندية ص 47
"Barang siapa yang tidak memiliki syaikh ( guru ), maka syaikhnya adalah syaitan, dan kapan seseorang gurunya adalah syaitan, maka ia berada di dalam kekafiran sehingga ia mengambil seorang guru yang berahlak dengan ahlaq Allah"
Dan memang sungguh mencengangkan bahwa ucapan ini juga kami dapatkan dari seorang mubaligh 354 yang katanya juga manqul!!?.
من لا شيخ له فهو كافر وفاسق عندهم, بل صرحوا بأن كل من لم يتخذ له شيخا فهو عاص لله ورسوله ولا يحصل له الهدى بغير شيخ، ولو حفظ ألف كتاب في العلم
الحديقة الندية في الطريقة النقشبندية ص 31 لمحمد بن سليمان البغدادي
Menurut mereka barang siapa yang tidak memiliki syaikh / guru maka hukumnya kafir lagi fasik, bahkan mereka menjelaskan bahwa setiap orang yang tidak mengambil guru pada seorang syaikh, maka hukumnya dia telah menentang kepada Allah dan rosul-Nya, dan dia tidak akan mendapatkan petunjuk tanpa ( berguru pada ) seorang syaikh, walaupun ia hafal seribu kitab ilmu.
Orang sufi juga berkata ;
لا تعترض فتنطرد .من قال لشيخه لِمَ ؟ لا يفلح* موسوعة الرد على الصوفية - مجموعة من العلماء...
"kamu jangan protes ( kepada guru ), maka kamu akan terusir, maka siapa saja yang bertanya pada gurunya : " Mengapa?" maka dia tidaklah beruntung!".
Ajaran mangkul ini juga menjiplak sekte syi'ah imamiyyah, berikut penjelasannya:
Mungkin ada dari jama'ah354 yang bertanya-tanya: apa buktinya bahwa doktrin Mangkul 354 adalah hasil jiplakan dan hasil adopsi dari sekte Syi’ah Imamiyah adalah salah satu judul bab dalam kitab Al Kafi karya Al Kulainy:

باب: أنه ليس شيء من الحق في أيدي الناس إلا ما خرج من عند الأئمة وأن كل شيء لم يخرج من عندهم فهو باطل

Bab: Tidak ada sedikit pun kebenaran yang ada di masyarakat selain yang disampaikan oleh para imam, dan segala sesuatu yang tidak disampaikan oleh mereka maka itu adalah bathil.” (Al Kafi 1/399).

Kemudian Al Kulainy menyebutkan ucapan Abu Ja’far (salah seorang yang dianggap sebagai Imam Syi’ah Itsna ‘Asyariyyah):



ليس عند أحد من الناس حق ولا صواب ولا أحد من الناس يقضي
بقضاء حق إلا ما خرج منا أهل البيت وإذا تشعبت بهم الأمور
كان الخطأ منهم والصواب من علي عليه السلام. الكافي للكليني
1/399.



“Tidaklah ada seseorang memiliki al haq tidak juga kebenaran, dan tidaklah ada seseorang yang memutuskan suatu keputusan yang benar, selain dengan apa yang telah kami ajarkan yaitu ahlul bait (anak keturunan Ali). Dan bila mereka telah berselisih dalam berbagai permasalahan, maka pasti merekalah yang salah dan kebenaran hanya datang dari Ali alaihis salam.” (
Al Kafi oleh Al Kulainy 1/399).

Bandingkan antara ucapan apa yang kami nukilkan dari kitab Al Kafy karya Al Kulainy (kitab kaum sesat syi'ah) ini, dengan ajaran mangkul ala jama'ah354. Saya yakin orang yang hati nuraninya masih terpancar kecintaan terhadap kebenaran dan rasa takut akan neraka serta harapan untuk masuk surga akan berkata: Sesungguhnya ajaran ini adalah sama dan tidak ada bedanya
...subhanallah...wallallahul musta'an...

kesimpulan

Walhasil, sebenarnyalah tujuan yang dikehendaki oleh Sang amir pendiri jamaah354 dengan metode MMM, adalah agar murid selamanya akan terikat dengan sang guru dan sang imam, sehingga ia tidak memiliki kemandirian di dalam memperoleh ilmu dengan muthola'ah kitab-kitab ataupun mencari kitab-kitab rujukan apalagi belajar kepada guru lain walaupun juga memiliki isnad, kecuali dengan persyaratan yang rumit, misalnya harus mendapatkan ijin dari sang imam. Dan agar selamanya sang murid tidak akan pernah tahu kesalahan sang guru, karena semua ilmu bersumber dari mulutnya, dan perkara ini tidaklah pernah dinukil dari pemahaman ulama ahlussunnah tetapi dinukil dari para ulama tarekat sufiyah dan syi'ah... Wallohu a'lam bisshawab...


berkata syaikhul islam ibnu taimiyyah rahimahullah:
ahlul bid'ah (mereka) berhujjah dengan sebuah dalil, tapi padahal dalil tersebut menghujat dirinya...”