Kamis, 05 Januari 2012

bagaimana dalil LAA ISLAAMA ILLA BIJAMAA'AH...

...ِنَّهُ لاَ إِسْلاَمَ إِلاَّ
Atsar kedua,
Atsar itu diriwayatkan oleh Imam Ad-Darimi dalam Sunan (no. 251):
أَخْبَرَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَخْبَرَنَا بَقِيَّةُ حَدَّثَنِى صَفْوَانُ بْنُ رُسْتُمَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ مَيْسَرَةَ عَنْ تَمِيمٍ الدَّارِىِّ قَالَ : تَطَاوَلَ النَّاسُ فِى الْبِنَاءِ فِى زَمَنِ عُمَرَ ، فَقَالَ عُمَرُ : يَا مَعْشَرَ الْعُرَيْب الأَرْضَ الأَرْضَ، إِنَّهُ لاَ إِسْلاَمَ إِلاَّ بِجَمَاعَةٍ ، وَلاَ جَمَاعَةَ إِلاَّ بِإِمَارَةٍ ، وَلاَ إِمَارَةَ إِلاَّ بِطَاعَةٍ ، فَمَنْ سَوَّدَهُ قَوْمُهُ عَلَى الْفَقْهِ كَانَ حَيَاةً لَهُ وَلَهُمْ ، وَمَنْ سَوَّدَهُ قَوْمُهُ عَلَى غَيْرِ فِقْهٍ كَانَ هَلاَكاً لَهُ وَلَهُمْ
Mengabarkan kepada kami Yazid ibn Harun, mengabarkan kepada kami Baqiyah, menceritakan kepada kami Sofwan ibn Rustum dari Abdurahman ibn Maisaroh dari Tamim Ad-Dari yang berkata, “Sebagian manusia bersikap berlebihan dalam membangun di zaman Umar, berkata Umar, "Hai orang-orang Arab, tanah !, tanah!. Sesungguhnya tidak ada Islam kecuali dengan berjama'ah, dan tidak ada jama'ah kecuali dengan adanya keamiran dan tidak ada keamiran kecuali dengan taat. Barangsiapa yang dijadikan pemimpin oleh kaumnya karena ilmunya/pemahamannya maka akan menjadi kehidupan bagi dirinya sendiri dan juga bagi mereka, dan barangsiapa yang dijadikan pemimpin oleh kaumnya tanpa memiliki ilmu/pemahaman, maka akan menjadi kebinasaan bagi dirinya dan juga bagi mereka".
Dari segi sanad, atsar ini dha’if, tidak shahih dari Umar. Diriwayatkan oleh Imam Ad-Darimi di dalam Sunan-nya (I/79) no. 251 dan Ibn Abdil Barr dalam Jamiul Bayan al-Ilmu no. 244. Kelemahannya karena adanya perowi bernama Shafwan ibn Rustum. Imam Dzahabi v dalam Mizan al-I’tidal (jilid 3 biografi no. 3902 -cet Darul Kutub Al-Ilmiyah) mengatakan, "Shofwan ibn Rustum (meriwayatkan) dari Ruh ibn Al-Qasim, dia tidak dikenal (majhul). Berkata Al-Azdi, “Munkarul hadits”. Kelemahannya bertambah-tambah dengan keterputusan antara Abdurahman bin Maisaroh dan Tamim, dimana Abdurahman sebenarnya tidak pernah bertemu Tamim, disamping Baqiyah juga seorang mudalis. Memang ada beberapa ulama yang menghasankan hadits ini karena ada penguat dari perkataan Abu Darda[1]akan tetapi yang rajih adalah kedhaifannya.
Dari segi makna, andaikata shahih, ada perbedaan antara mereka dengan ulama ahlus sunnah dalam memahami atsar ini. Perkataan ‘la Islama’ bukan berarti belum sah Islamnya (belum Islam). Melainkan dalam arti kesempurnaan, tidak sempurna Islamnya orang yang tidak mengikuti jama’ah. Sebagaimana disampaikan oleh pengajar di Masjidil Harom, Syaikh Sholih Al-Abud حفظه الله.[2] Kemudian, para ulama yang menggunakan atsar Umar itu, tidaklah memaksudkannya untuk jama’ah-jama’ah hizbiyyah sirriyyah model mereka. Bahkan justru para Ulama menggunakan atsar itu untuk menyerang firqah-firqah seperti mereka yang keluar dari penguasa muslim dan jama’ah kaum muslimin.
Sebagaimana yang nampak dari perkataan Syaikh Ibnu Barjas [3] yang mengutip atsar ini secara makna dalam sebuah kitab yang sebenarnya dikutip juga oleh mereka dalam Kitab Muktashor Jama’ah wal Imammah, hanya saja mereka tidak menyampaikan dari kitab itu kepada jama’ahnya kutipan-kutipan dibawah ini

“Sesungguhnya mendengar dan taat kepada pemerintah Muslim adalah salah satu pokok aqidah salafiyyah. Banyak kitab-kitab yang telah memuat permasalahan ini, yang disertai dengan penjabaran dan penjelasannya. Hal ini tidak lain karena penting dan agungnya perkara ini. Urusan agama dan dunia[4] akan menjadi baik bila penguasa didengar dan ditaati. Sebaliknya timbulnya kerusakan dalam masalah agama dan dunia terjadi bila pemerintah sudah ditentang dengan perkataan maupun perbuatan. Perlu diketahui, bahwa dalam Islam, ad-Din ini tidak tegak kecuali dengan jama’ah, dan jama’ah tidak tegak kecuali dengan imammah, dan imammah tidak akan tegak kecuali dengan mendengar dan taat. Berkata Al-Hasan Al-Bashri –rahimahullahu Ta’ala- tentang (makna) Amir, “Mereka adalah yang menguasai kita dalam lima perkara: Shalat jum’at, shalat jama’ah, hari raya, pertahanan dan penegakan hukum …. ” (Mu’amaltul Hukam hal. 7 –cet Maktabah Ar-Rasyid).
Ini penegasan bahwa yang dimaksud amir oleh ulama bukan amir jama’ah hizbiyah atau amir dakwah seperti jama’ahnya Haji Nur Hasan Ubaidah. Sebab amir-amir jamaah hizbiyah tidak menguasai kelima perkara ini.
Syaikh Ibnu Barjas berkata pula pada hal. 39:

“Kaidah yang kelima: Imam yang diperintah Nabi n untuk ditaati adalah para imam yang keberadaannya konkrit diketahui, memiliki kekuasaan dan kemampuan”. Adapun orang yang tidak jelas atau yang tidak memiliki kekuasaan sedikitpun, maka bukanlah termasuk amir yang diperintahkan oleh Nabi untuk ditaati. Berkata Syaikhul islam Ibn Taimiyah rahimahullahu: “Sesungguhnya Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wasallam telah memerintahkan agar kita mentaati pemimpin yang ada dan telah diakui kekuasaan dan kedaulatannya untuk mengatur manusia, tidak memerintah kita untuk mentaati pemimpin yang tidak jelas dan tidak diketahui keberadaannya, juga tidak mempunyai kekuasaan dan kemampuan sedikitpun”. (Minhajus Sunnah An-Nabawiyyah (1/115).
Dan pada hal. 40 beliau berkata,

“Barangsiapa menganggap dirinya sebagai ulil amri yang mempunyai kekuasaan dan kemampuan untuk mengatur manusia, lalu mengajak manusia untuk mendengar dan taat kepadanya atau ada sekelompok jamaah yang membai’atnya untuk wajib didengar dan ditaati, serta memprovokasi manusia agar mau bergabung bersamanya untuk mengembalikan hak-hak kepada yang berhak dengan menggunakan berbagai nama dan slogan sedangkan penguasa yang sah masih tegak berkuasa, maka yang demikian adalah penentangan kepada Allah dan rasul-Nya juga menyelisihi aturan syariat dan telah keluar dari jamaah.
Maka tidaklah wajib untuk taat kepada orang yang seperti ini bahkan diharamkan, tidak boleh mengakuinya dan menjalankan hukumnya. Barangsiapa membantu, menolong dan mendukungnya dengan harta ataupun perkataan bahkan yang lebih kecil dari itu, maka dia telah bekerjasama untuk menghancurkan agama Islam dan membantai umatnya serta membuat onar dipermukaan bumi ini. Allah tidak suka terhadap orang yang membuat kerusakan”.

lihat : (1) (3) (4)


[1] Lafazh Abu Darda,
لا إِسْلامَ إِلا بِطَاعَةِ وَلا خَيْرَ إِلا فِي جَمَاعَةٍ والنصح لله عز وجل وَلِلْخَلِيفَةِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ عَامَّةً
“Tidak ada Islam kecuali dengan taat, dan tidak ada kebaikan kecuali dalam jama’ah, dan nasihat Allah Azza wa Jalla dan bagi Khalifah, dan bagi kaum muslimin semuanya”.
Atsar ini dikeluarkan oleh Ibnu Abdil Barr dalam At-Tamhid (21/289) dan Ibnu Atsakir (25/24). Atsar ini terdapat dalam Kanzul Ummal no. 44282. Dan atsar ini juga dhaif karena keterputusan antara Qotadah dan Abu Darda, sebab Qotadah tidak pernah bertemu dan mendengar dari Abu Darda. lafazh yang dikutip dari Ibnu Abdil Barr, dan begitu pula dari Ibnu Atsakir dan Kanzul Ummal tidak lengkap, sungguh atsar ini telah dikeluarkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam Tafsirnya (no. 15540) demikian pula oleh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya (6/75) dengan lafazh yang lebih jelas:
 لا إِسْلامَ إِلا بِطَاعَةِ اللَّهِ وَلا خَيْرَ إِلا فِي جَمَاعَةٍ, وَالنَّصِيحَةُ لِلَّهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْخَلِيفَةِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ عَامَّةً
“Tidak ada Islam kecuali dengan ketaatan kepada Allah, dan tidak ada kebaikan kecuali dalam Jama’ah, dan nasihat bagi Allah,  bagi Rasul-Nya, bagi para khalifah dan bagi orang-orang iman semuanya”.
[2] Saudara kita Al-Fadhil Abu Hudzaifah حفظه الله mengatakan: “Ba'da magrib (1 robi'u as-tsany 1432 atau 16 maret 2011, pada dars muqoddimah kitab syarah 'itiqod ahlisunnah aljamaah li imam al-lalikai di sampaikan oleh syaikh DR. Sholeh bin abdullah al-abud (mantan rektor jami'ah islam madinah) di masjid nabawi madinah, dalam sesi tanya jawab saya sempat menanyakan beberapa point:
1.       Ada sebuah jama'ah dari jama'ah-jama’ah di indonesia yang mengkafirkan manusia secara umum
2.       Mereka menggunakan atsar qoul Umar Bin Khottob
تَطَاوَلَ النَّاسُ فِي الْبِنَاءِ فِي زَمَنِ عُمَرَ ، رَضِيَ الله عَنْهُ فَقَالَ عُمَرُ يَا مَعْشَرَ الْعُرَيْبِ الأَرْضَ الأَرْضَ إِنَّهُ لاَ إِسْلاَمَ إِلاَّ بِجَمَاعَةٍ ، وَلاَ جَمَاعَةَ إِلاَّ بِإِمَارَةٍ ، وَلاَ إِمَارَةَ إِلاَّ بِطَاعَةٍ
a.        Bagaimana kedudukan atsar ini ?
b.       Apa makna يَا مَعْشَرَ الْعُرَيْبِ dengan sighot tasghir?
c.        Apa makna الأَرْضَ الأَرْضَ ?
d.       Apa makna لاَ إِسْلاَمَ إِلاَّ بِجَمَاعَةٍ……. Apakah bermakna nafi lil wujud, atau li as-shihah atau naïf lil-kamal?
3.       Dan mereka membai'at pada seseorang yang tidak sedikitpun memiliki kemampuan untuk mengatur masyarakat (kaum muslimin secara umum) , apakah ini sebuah baiat yang sah atau bathil?
Transkrip Tanya Jawab:
Syaikh: na'am, mendekatlah, kamu jauh dariku
Saya :  toyib, ada sebuah jama'ah dari jama'ah-jama’ah di indonesia yang mengkafirkan manusia secara umum. mereka menggunakan atsar qoul umar bin khottob, ketika manusia berlomba-lomba meninggikan bangunan di zaman umar, maka umarpun berkata; ya golongan uraib ( bentuk tasghir)……
syaikh : ……….melanjutkan
الأَرْضَ الأَرْضَ إِنَّهُ لاَ إِسْلاَمَ إِلاَّ بِجَمَاعَةٍ ، وَلاَ جَمَاعَةَ إِلاَّ بِإِمَارَةٍ ، وَلاَ إِمَارَةَ إِلاَّ بِسمع وطاعةٍ
Saya : menurut pentahqiq (sunan ad-darimi) bahwa atsar ini dho'if kerena memliki dua illat (cacat).
Syaikh: tidak, ucapan umar ini tidaklah dhoif  secara ijma' (artinya kedho'ifannya masih diperselisihkan di kalangan ulama -pent), namun  ucapan ini tidaklah dingkari, lagi pula realitasnya juga membenarkan perkataan umar ini, yakni untuk menetapi al-muqoddimah (qoul umar rodhiallohu 'anhu yang tercantum di bab muqoddimah sunan ad-darimi ) ini,
لاَ إِسْلاَمَ إِلاَّ بِجَمَاعَةٍ ،(اي لا اسلام كامل الا بجماعة
Tidak ada islam kecuali dengan jamaah (MAKSUDNYA ADALAH TIDAKLAH ISLAM ITU SEMPURNA TERKECUALI DENGAN JAMA'AH )
 وَلاَ جَمَاعَةَ إِلاَّ بِإِمَارَةٍ ، وَلاَ إِمَارَةَ إِلاَّ بسمعٍ وطاعةٍ
Saya : berarti penafian itu lil kamal ( peniadaan itu untuk kesempurnaan) ,
Syaikh : ya, laa islama kamil…
Saya: bukan bermakna lilwujud atau lil as-shihah?
Syaikh: Bukan, nanti (dilanjutkan-pent) setelah adzan (isya')
----adzan isya' ( kemudian syaikh membahas/menjawab pertanyaan yg sebelum saya)------
Saya : apa makna يَا مَعْشَرَ الْعُرَيْبِ dengan sighot tasghir? apa makna الأَرْضَ الأَرْضَ
Syaikh : apa? apa? يَا مَعْشَرَ الْعُرَيْبِ,  yakni dia (umar rodhiallohu 'anhu ) melihat bangunan-bangunan yang ditinggikan , umar rodhiallohu 'anhu dia adalah kholifah dan sudah sepantasnya ucapannya didengarkan dan dito'ati, ini kewajiban mendengar dan taat kepadanya, ketika mereka meninggikan bangunan –bangunan rumah  ia mengkhawatirkan terjadinya fitnah,
Kemudian ia berkata يَا مَعْشَرَ الْعُرَيْبِ tasghir 'arob, artinya bilamana orang-orang arab tida menegakkan agama ini, maka lebih-lebih lagi orang-orang selain mereka untuk tidak menegakkannya.
الأَرْضَ الأَرْضَ maknanya "janganlah meninggikan bangunan" karena termasuk tanda-tanda akan terjadinya kiamat sebagaimana yang telah dikabarkan oleh Nabi shallallahu’alaihi wasallam. Siapakah dari mereka yang semisal umar menurut kita? Allahu al-musta'an
Saya : pertanyaan terakhir
Syaikh: na'am, kamu tadi telah berkata pertanyaannya Cuma satu –ha-ha ( syaikh ini sedang guyon), pertanyaan terakhir , baik, datangkan……
Saya: yakni, dan mereka membai'at pada seseorang yang tidak sedikitpun memiliki kemampuan untuk mengatur masyarakat (kaum muslimin secara umum) , apakah ini sebuah baiat yang sah atau bathil?.. (afwan saya ada sedikit kesalahan menyebutkan lafal "shohih" menjadi "shoihah" …..maklum karena pertanyaan ini bersifat spontan dan buru-buru menjelang iqomah)
Syaikh: orang ini tidak memiliki kemampuan/kekuasaan, dia tidak dibai'at, sesungguhnya baiat itu diatas al-kitab dan as-sunnah bagi orang yang memiliki kekuasaan seperti pemerintah di negara ini, maka ia memiliki kemampuan, dan perkaranya (keimamannya-pent) telah tegak , pemerintahannya kokoh, dia menegakkan peraturan-peraturan Allah sesuai kemampuannya, inilah baiat yang sya'I, adapun yang lainnya (Negara lain)  adalah  berdasar peraturan/ undang-undang yang tersusun dalam teori kontrak (nadhoriyatu al-aqd) , nadhoriatu al-aqd ringkasnya adalah kesepakatan yang mana mereka bersepakat diatas asas manfaat dan kemudhorotan, dan setiap orang berkeyakinan untuk mendatangkan (asas) kemanfaatan dan menolak kemudhorotan dan setiap orang supaya menetapi ( undang-undang ) ini  selagi tidak bertentangan dengan agama.
Saya : syukron, jazaa kallohu khoir
Syaikh : jelas?!
Saya : jelas
Syaikh : adapun mereka mengkafirkan manusia atau memkafirkan masyarakat, maka itu sangat sesat, yakni setelah bai'at kepada Nabi n maka tidak lagi diterapkan jahilyah, adapun orang yang berkata bahwa kita sekarang berada dimasa jahilyah abad ke 20 –seperti ini- , maka ini salah karena setelah bai'at kepada Nabi n maka tidak lagi diterapkan jahilyah terkecuali nanti di akhir zaman yakni ketika telah turunnya 'isa 'alaihi assalam, nabi 'isa setelah apa turunnya?, setelah keluarnya dajjal, dan dia membunuh dajjal, lalu wafatnya nabi isa, kemudian Allah melepaskan angin yang baik dan semua nyawa orang-orang iman terambil (mati) dan tidak tersisa di muka bumi kecuali seburuk-buruknya manusia kepada merekalah kemudian terjadi kiamat yang besar.
Saya : jelas
Syaikh : jelas , walhamdulillah
Tepatnya di المقدمة 11/04/1432هـ pada menit ke 59 dan seterusnya.
[3] Beliau adalah Ahli hadits dari Saudi, telah meninggal karena kecelakaan tahun 1425 H. Guru-guru Syaikh Abdus Salam diantaranya adalah Syaikh Ibn Bazz, Syaikh Shaleh ibn Utsaimin, Syaikh ibn Jibrin, Syaikh Muhadits Abdullah ibn Duwaisi, Syaikh Shalih ibn Abdurrahman Al-Athram, Syaikh Abdurahman ibn Ghudayan, Syaikh Shalih ibn Ibrahim Al-Balihi, dan lainnya.
[4] Ini juga penjelasan dari Syaikh yang diselisihi pengikut Haji Nur Hasan yang mengatakan bahwa keimaman itu hanya mengurusi akhirat/agama saja.